BUDAYA ORGANISASI MADRASAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan.
Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga,
organisasi, sekolah, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu
dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu
pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan
pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring
dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat
pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi
secara keseluruhan.
Dalam
dunia pendidikan, mengistilahkan budaya organisasi dengan istilah Kultur
akademis yang pada intinya mengatur para pendidik agar mereka memahami
bagaimana seharusnya bersikap terhadap profesinya, beradaptasi terhadap rekan
kerja dan lingkungan kerjanya serta berlaku reaktif terhadap kebijakan
pimpinannya, sehingga terbentuklah sebuah sistem nilai, kebiasaan (habits),
citra akademis, ethos kerja yang terinternalisasikan dalam kehidupannya
sehingga mendorong adanya apresiasi dirinya terhadap peningkatan prestasi kerja
baik terbentuk oleh lingkungan organisasi itu sendiri maupun dikuatkan secara
organisatoris oleh pimpinan akademis yang mengeluarkan sebuah kebijakan yang
diterima ketika seseorang masuk organisasi tersebut.
Terbentuknya suatu Kultur akademis bisa dicapai melalui proses
tranformasi dansebuah perubahan sebagai
metamorfosis institusi akademis menuju kultur akademis yang ideal. Budaya itu
sendiri masuk dan terbentuk dalam pribadi seorang guru/dosen melalui adanya adaptasi dengan lingkungan,
pembiasaan tatanan yang sudah ada dalam etika pendidikan ataupun dengan membawa
sistem nilai sebelumnya yang kemudian masuk dan diterima oleh lembaga/institusiyang pada akhirnya terbentuklah sebuah budayaakademis dalam
sebuah organisasi.
Dengan demikian,
berdasarkan masalah yang tersebut diatas maka kami akan membahasnya dalam
makalah yang bejudul: Budaya Organisasi Madrasah.
B. RumusanMasalah
1. Apa yang dimaksud dengan Budaya, Organisasi dan Budaya Organisasi?
2. Bagaimana konsep budaya organisasi?
3. Apa fungsi dari budaya organisasi?
4. Apa sajakah karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi
budaya organisasi?
5. Bagaimana proses pembentukan budaya organisasi?
6. Bagaimana pengembangan budaya organisasi?
7. Apa aktualisasi nilai dari budaya organisasi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa
yang dimaksud dengan budaya, organisasi, dan budaya organisasi
madrasah/sekolah.
2. Untuk mengetahui
konsep budaya organisasi.
3. Untuk mengetahui
fungsi dari budaya organisasi.
4. Untuk mengetahui
karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi budaya
organisasi.
5. Untuk mengetahui
proses pembentukan budaya organisasi.
6. Untuk mengetahui
pengembangan budaya organisasi.
7. Untuk mengetahui aktualisasi nilai dari budaya organisasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Budaya Organisasi Madrasah
Ø Pengertian
Budaya
Menurut Schwartz (1980:111) budaya merupakan pola teladan kepercayaan
dan harapan bersama oleh anggota organisasi. Kepercayaan dan harapan
menghasilkan norma-norma, hal ini yang dengan kuat membentuk perilaku individu
dan kelompok atau organisasi.
Para ahli teori
psikoanalis seperti Benedict, Kardiner dan Erikso dalam Beals (19990:111) menerangkan bahwa budaya adalah sebagai
pernyataan kedua dari kepribadian seseorang. Budaya adalah istilah sebagai
suatu sistem klasifikasi yang terlihat seperti mendapatkan atau menemukan
pernyataan dasar dalam sebuah kelompok persaudaraan. Edgar
Schein menguraikan budaya sebagai satuan asumsi bersama tentang dunia dan
bagaimana dia bekerja, nilai-nilai tentang apa yang benar dan salah,
kepercayaan tentang apa dan yang harus merupakan konsekuensi dari nilai-nilai ini,
dan norma-norma tentang prilaku yang diharapkan.
Perucci dan Hamby (1992:112) juga mendefinisikan budaya sebagai sesuatu yang
dilakukan, dipikirkan, dan diciptakan oleh manusia di dalam masyarakat serta
termasuk juga akumulasi sejarah dari obyek-obyek atau perbuatan yang dilakukan
sepanjang waktu. Budaya diambil dari nilai etnografik yang merupakan suatu
kesatuan yang kompleks yang termasuk didalamnya pengetahuan, kepercayaan, seni,
moral, hukum, dan kemampuan-kemampuan yang dihasilkan oleh seseorang sebagai
anggota masyarakat.
Organisasi dapat
mempunyai budaya yang dominan dan banyak cabang. Budaya yang dominan menyatakan
nilai-nilai bersama yang dianut oleh mayoritas anggota organisasi. Budaya
dipindahkan dari suatu generasi ke generasi berikutnya dalam bentuk tulisan dan
lisan. Budaya juga menggambarkan karya manusia seperti seni musik, literatur,
dan arsitektur.
Melalui proses belajar
dalam arti belajar, budaya diproses secara sadar menurut proses belajar.
Belajar dari pengalaman, belajar dari keberhasilan dan kegagalan organisasi
lain. Proses belajar menuntut keterbukaan dan kebersamaan. Selanjutnya, melalui
proses belajar dalam arti mengajar, berarti komunikasi budaya, sosialisasi
budaya, dan pewarisan budaya. Di dalam hubungan itu kepemimpinan memegang
peranan penting. Kepemimpin dalam hubungan itu adalah “teaching by example”,
demikian Sithi-Amnuai, yaitu “through the leader him or herself”. Yang
dimaksud dengan self disini adalah pendirian, sikap, dan
prilaku nyata, bukan sekedar ucapan, pesona, kharisma, ataupun lambang.(Sobri dan Afifuddin, 2007:111-112)
Ø Pengertian
Organisasi
Istilah organisasi
mempunyai dua pengertian umum. Pertama, organisasi diartikan sebagai suatu
lembaga kelompok atau fungsional, misalnya, sebuah perusahaan, sebuah sekolah,
sebuah perkumpulan, badan-badan pemerintahan. Kedua, merujuk pada proses
pengorganisasian yaitu bagaimana pengerjaan diatur dan dialokasikan di antara
para anggota, sehingga tujuan organisasi itu dapat tercapai secara efektif.
Sedangkan organisasi
itu sendiri diartikan sebagai kumpulan orang dengan sistem kerja sama untuk
mencapai tujuan bersama. Dalam sistem kerja sama secara jelas diatur siapa
menjalankan apa, siapa bertanggung jawab atas siapa, arus komunikasi, dan
memfokuskan sumber daya pada tujuan.
Pengorganisasian
sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan
tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan
mengalokasikan sumber daya, serta mengkoordinasikan dalam rangka efektivitas
pencapaian tujuan organisasi. .(Sobri dan Afifuddin, 2007:113)
v Tipe-tipe atau bentuk-bentuk organisasi :
Berdasarkan hubungan
pribadi orang-orang dalam organisasi dibedakan menjadi dua, yaitu organisasi
formal dan informal.
Organisasi formal adalah setiap bentuk
kerja sama antara dua orang atau lebih yang diatur dan dilaporkan secara resmi
dalam rangka mencapai suatu tujuan bersama.
Sedangkan organisasi
infomal merupakan sisi lain yang berada dalam organisasi formal, aktivitas
didalamnya yang tidak diatur didalam struktur organisasi, organisasi ini
bersifat atau terbentuk dari tingkah laku hubungan yang bersifat
pribadi. .(Sobri ,2007:25)
v Proses
Pengorganisasian
Emest Dale (1986:70) berpendapat bahwa memberikan pengorganisasian
merupakan sebuah proses yang berlangkah jamak.
Tahap pertama, yang harus dilakukan
dalam merinci pekerjaan adalah menentukan tugas-tugas apa yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan organisasi.
Tahap kedua, membagi seluruh beban kerja
menjadi kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh perseorangan atau
perkelompok.
Tahap ketiga, menggabungkan pekerjaan
para anggota dengan cara yang rasional,efisien. Tahap keempat, menetapkan
mekanisme kerja untuk mengkoordinasikan pekerjaan dalam satu kesatuan yang
harmonis.
Tahap kelima, melakukan monitoring dan
mengambil langkah-langkah penyesuaian untuk mempertahankan dan meningkatkan
efektivitas. (Nanang Fattah, 2007:70-71)
v Stuktur Organisasi
Menurut E. Kast dan
James E. Rosenzweing (1974:72), stuktur diartikan sebagai pola
hubungan komponen atau bagian suatu organisasi. Stuktur merupakan sistem formal
hubungan kerja yang membagi dan mengkordinasikan tugas orang dan kelompok agar
tercapai tujuan.
Pada stuktur
organisasi tergambar posisi kerja, pembagian kerja, jenis kerja yang harus
dilakukan, hubungan atasan dan bawahan, kelompok, komponen atau bagian, tingkat
manajemen dan saluran komunikasi.(Nanang,2007:72)
Pelayanan administrasi
madrasah dikelola oleh kepala madrasah, dengan bantuan wakil kepala madrasah
(sekolah), guru, pegawai administrasi, dan staf pendukung lainnya. Ketua
kelompok administrasi adalah kepala madrasah. Struktur organisasi pengelolaan
madrasah seharusnya fungsional dari pada birokrat. Seluruh guru dan siswa harus
dapat berhubungan langsung kepada kepala madrasah setiap saat memerlukan
komunikasi atau mencari bantuan bimbingan. Harus ada kesempatan yang luas bagi
guru untuk saling interaksi dan konsultasi dan dengan kepala madrasah tentang
profesinya.(Syarifuddin,2005:70)
Ø Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi
menurut Robbins (1991:112) dapat didefinisikan sebagai
persepsi umum yang dibentuk oleh anggota organisasi untuk membedakan organisasi
yang lain. Secara mendasar, budaya organisasi adalah aturan main dalam
organisasi itu.
Beberapa pakar
manajemen memahami budaya organisasi dari perspektif yang berbeda-beda.Menurut
Sharplin (1995:112), budaya organisasi merupakan suatu
sistem nilai, kepercayaan, dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling
berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku
organisasi.
Hodge dkk., (1996:113)
mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu konstruksi dua tingkat yang
meliputi karakeristik-karakteristik organisasi yang kelihatan dan yang tidak
kelihatan. Pada level yang kelihatan, budaya organisasi mencakup beberapa aspek
organisasi, seperti arsitektur, pakaian serta seragam, pola-pola perilaku,
peraturan, legenda, mitos, bahasa, dan seremoni-seremoni yang dilakukan
organisasi. Sementara pada level yang tidak kelihatan, budaya organisasi
mencakup shared value, norma-norma, kepercayaan, dan asumsi-asumsi
para anggota organisasi untuk mengelola masalah-masalah dari keadaan-keadaan
disekitarnya. Budaya organisasi juga dianggap sebagai alat untuk menentukan
arah organisasi, mengarahkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan
bagaimana mengalokasikan sumber daya manusia (SDM), dan sebagai alat untuk
menghadapi masalah dari peluang dan lingkungan.
Dalam budaya
organisasi ditandai adanya sharing atau berbagi nilai dan keyakinan yang sama
dengan seluruh anggota organisasi. Misalnya berbagi nilai dan keyakinan yang
sama melalui pakaian seragam. Namun menerima dan memakai seragam saja tidaklah
cukup. Pemakaian seragam haruslah membawa rasa bangga, menjadi alat kontrol dan
membentuk citra organisasi. Dengan demikian, nilai pakaian seragam tertanam
menjadi basic.
Menurut Sathe dalam
Taliziduhu Ndraha menyatakan bahwa shared basic assumptions meliputi :
(1) shared things; (2) shared saying; (3) shared
doing; dan (4)shared feelings. (Sobri dan
Afifuddin, 2007:112-113)
Pada bagian lain,
Edgar Schein menyebutkan bahwa basic assumption dihasilkan melalui : (1) evolve
as solution to problem is repeated over and over again; (2)hypothesis
becomes reality, dan (3) to
learn something new requires
resurrection,reexamination, framebreaking. (Edgar, 1992:15)
B. Konsep Budaya Organisasi
John P. Kotter dan James L. Heskett (1998:20) memaparkan tentang
tiga konsep budaya organisasi yaitu : (1) budaya yang kuat; (2) budaya yang
secara strategis cocok; dan (3) budaya adaptif.
Salah satu konsep tentang budaya organisasi yang menjadi rujukan dalam
mempelajari teoriorganisasi pada umumnya dan budaya organisasi pada khususnya
adalah apa yang oleh Petters dan Waterman (1982:20) sebutkan sebagai “ McKinsey
7-S Framework”. Yang terdiri dari tujuh buah konsep yang saling terkait
laksana sebuah mutiara.
Enam buah konsep dalam bentuk lingkaran yang dihubungkan dengan
tali-temali masing-masing yaitu: Strategy (rencana), Structure (cara), System
(prosedur/proses),Style (gaya), Staf (jumlah/personil),
dan Skill (kemampuan) saling terkait dan ditengahnya
adalah lingkaran Share Values yang tidak lain adalah budaya
organisasi. Kerangka dari 7-S dari McKinsey adalah model manajemen berbasis
nilai yang menjelaskan bagaimana seseorang dapat secara holistic dan efektif
mengatur perusahaan atapun lembaga sekolah/madrasah. Faktor-faktor secara
bersama-sama akan menentukan bagaimana cara agar lembaga atau perusahaan itu
beroperasi.(Riani,2010:20)
C. Fungsi Budaya Organisasi
Budaya melakukan sejumlah fungsi didalam sebuah organisasi yaitu:
1) Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas artinya budaya
menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi
lainnya
2) Budaya memberikan identitas bagian anggota organisasi.
3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dan pada kepentingan
individu.
4) Budaya itu meningkatkan kemantapan system sosial.
5) Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk
sikap dan prilaku anggota.(Veithzal, 2008:432)
D. Karakteristik dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Budaya Organisasi
Fred Luthan, dan Edgar
Schein, di bawah ini akan diuraikan tentang
karakteristik budaya organisasi di sekolah, yaitu tentang (1) obeserved
behavioral regularities; (2)norms; (3) dominant value; (4) philosophy; (5) rules dan (6) organization
climate.
1. Obeserved behavioral
regularities; budaya organisasi di sekolah
ditandai dengan adanya keberaturan cara bertindak dari seluruh anggota sekolah
yang dapat diamati. Keberaturan berperilaku ini dapat berbentuk acara-acara
ritual tertentu, bahasa umum yang digunakan atau simbol-simbol tertentu, yang
mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh anggota sekolah.
2. Norms budaya organisasi di
sekolah ditandai pula oleh adanya norma-norma yang berisi tentang standar
perilaku dari anggota sekolah, baik bagi siswa maupun guru. Standar perilaku
ini bisa berdasarkan pada kebijakan intern sekolah itu sendiri maupun pada
kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Standar perilaku siswa
terutama berhubungan dengan pencapaian hasil belajar siswa, yang akan
menentukan apakah seorang siswa dapat dinyatakan lulus/naik kelas atau tidak.
Standar perilaku siswa tidak hanya berkenaan dengan aspek kognitif atau
akademik semata namun menyangkut seluruh aspek kepribadian.
3. Dominant values; jika dihubungkan
dengan tantangan pendidikan Indonesia dewasa ini yaitu tentang pencapaian mutu
pendidikan, maka budaya organisasi di sekolah seyogyanya diletakkan dalam
kerangka pencapaian mutu pendidikan di sekolah.
4. Philosophy; budaya
organisasi ditandai dengan adanya keyakinan dari seluruh anggota organisasi
dalam memandang tentang sesuatu secara hakiki, misalnya tentang waktu, manusia,
dan sebagainya, yang dijadikan sebagai kebijakan organisasi.
5. Rules; budaya
organisasi ditandai dengan adanya ketentuan dan aturan main yang mengikat
seluruh anggota organisasi. Setiap sekolah memiliki ketentuan dan aturan main
tertentu, baik yang bersumber dari kebijakan sekolah setempat, maupun dari
pemerintah, yang mengikat seluruh warga sekolah dalam berperilaku dan bertindak
dalam organisasi.
6. Organization climate; budaya
organisasi ditandai dengan adanya iklim organisasi.(Edgar,1992:16)
Budaya organisasi sebagai suatu
“strategi” organisasi dibentuk dan dipengaruhi oleh beberapa variabel, yaitu:
Pertama, faktor-faktor yang berasal dari variabel
internal organisasi, meliputi:
1. Visi, misi dan
nilai-nilai yang ditanamkan para pendahulunya
2. Nilai-nilai yang
ditanamkan secara nyata oleh pemimpin lembaga
3. Komitmen moral dan
etika serta suasana kekerabatan dari kelompok-kelompok pekerja
4. Gaya kepemimpinan
lembaga organisasi
5. Karakteristik
organisasional seperti bentuk dan aktivitas utama, otonomi, dan kompleksitas
organisasi.
Kedua, faktor-faktor
yang berasal dari lingkungan global, seperti kecenderungan perubahan
globalisasi ekonomi, tuntutan hukum dan politik, tuntutan sosial, perkembangan
teknologi manufakturing, transfortasi teknologi informasi dan perubahan
ekologi.
Karena sangat
kompleksnya variabel-variabel tersebut, maka untuk mengidentifikasi dan
mengungkapkan karakteristik budaya organisasi perlu dilakukan secara hati-hati.
Edgar Schein (1992:122) menyatakan bahwa
budaya organisasi berada pada tiga tingkat, yaitu artifect, espoused
values, dan basic underlying assumptions.(Sobri dan Afifuddin, 2007:122)
E. Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Munculnya
gagasan-gagasan atau jalan keluar yang kemudian tertanam dalam suatu budaya
dalam organisasi bisa bermula dari manapun, dari perorangan atau kelompok, dari
tingkat bawah atau puncak. Taliziduhu Ndraha (1997:30) menginventarisir sumber-sumber pembentuk budaya organisasi, diantaranya :
(1) pendiri organisasi; (2) pemilik organisasi; (3) Sumber daya manusia asing;
(4) luar organisasi; (4) orang yang berkepentingan dengan organisasi (stake
holder); dan (6) masyarakat. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa
proses budaya dapat terjadi dengan cara: (1) kontak budaya; (2) benturan
budaya; dan (3) penggalian budaya. Pembentukan budaya tidak dapat dilakukan
dalam waktu yang sekejap, namun memerlukan waktu dan bahkan biaya yang tidak
sedikit untuk dapat menerima nilai-nilai baru dalam organisasi.
Para manajer bisa
secara eksplisit berusaha bertindak sesuai dengan contoh budaya dan gagasan
budaya tersebut. Begitu juga, anggota senior bisa mengkomunikasikan nilai-nilai
pokok mereka secara terus menerus dalam percakapan sehari-hari atau melalui
ritual dan perayaan-perayaan khusus.
Orang-orang yang
berhasil mencapai gagasan-gagasan yang tertanam dalam budaya ini dapat terkenal
dan dijadikan pahlawan. Proses alamiah dalam identifikasi diri dapat mendorong
anggota muda untuk mengambil alih nilai dan gaya mentor mereka. Barangkali yang
paling mendasar, orang yang mengikuti norma-norma budaya akan diberi imbalan
(reward) sedangkan yang tidak, akan mendapat sanksi (punishment). Imbalan
(reward) bisa berupa materi atau pun promosi jabatan dalam organisasi tertentu
sedangkan untuk sanksi (punishment) tidak hanya diberikan berdasar pada aturan
organisasi yang ada semata, namun juga bisa berbentuk sanksi sosial. Dalam
arti, anggota tersebut menjadi isolated di lingkungan organisasinya.(Taliziduhu,1997:30-31)
F. Pengembangan Budaya Organisasi di Sekolah/Madrasah
Dengan memahami konsep
tentang budaya organisasi sebagaimana telah diutarakan di atas, selanjutnya di
bawah ini akan diuraikan tentang pengembangan budaya organisasi dalam konteks
persekolahan. Secara umum, penerapan konsep budaya organisasi di sekolah sebenarnya
tidak jauh berbeda dengan penerapan konsep budaya organisasi lainnya. Kalaupun
terdapat perbedaan mungkin hanya terletak pada jenis nilai dominan yang
dikembangkannya dan karakateristik dari para pendukungnya. Berkenaan dengan
pendukung budaya organisasi di sekolah Paul E. Heckman sebagaimana dikutip oleh
Stephen Stolp (1994:57) mengemukakan bahwa “the commonly
held beliefs of teachers, students, and principals.”
Nilai-nilai yang
dikembangkan di sekolah, tentunya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan
sekolah itu sendiri sebagai organisasi pendidikan, yang memiliki peran dan
fungsi untuk berusaha mengembangkan, melestarikan dan mewariskan nilai-nilai
budaya kepada para siswanya. Dalam hal ini, Larry Lashway (1996:57) menyebutkan bahwa “schools are moral institutions, designed to promote
social norms,…”.(Sumadi,2000:57)
G. Aktualisasi Nilai dalam Budaya Organisasi
Budaya organisasi
sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, yang tampak dan tidak tampak.
Yang tidak tampak diantaranya nilai-nilai, keyakinan, ideologi yang bekaitan
dengan pertanyaan “apakah yang seharusnya dilakukan disekolah ini”. Jawabannya
adalah diwujudkan dalam hal-hal yang tampak baik dalam bentuk kalimat
(lisan atau tulisan), prilaku yang ditampilkan, bangunan, fasilitas serta
benda-benda yang digunakan menurut Caldwell dan Spinks (1993:141)
Budaya organisasi
terdiri dari berbagai unsur atau elemen yang tidak semuanya bisa diamati dengan
mudah. Kotter dan Heskett (1997:141) peneliti dari
Harvard bussiness school mencoba menentukan faktor mana yang menentukan budaya
organisasi lebih sukses dari pada yang lain. Hasil penelitiannya menunjukan
bahwa budaya memiliki dampak yang kuat terhadap prestasi kerja. Budaya
organisasi merupakan faktor yang lebih penting dalam menentukan sukses atau
gagalnya organisasi sekolah. Karena itu, dalam studi terhadap budaya organisasi
terlebih dulu dikenali manifestasinya. (Triyo dan
Marno,2008:141)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menurut Schwartz (1980:111) budaya merupakan pola teladan
kepercayaan dan harapan bersama oleh anggota organisasi. Kepercayaan dan
harapan menghasilkan norma-norma, hal ini yang dengan kuat membentuk perilaku
individu dan kelompok atau organisasi.
Istilah organisasi diartikan sebagai
suatu lembaga kelompok atau fungsional, misalnya, sebuah perusahaan, sebuah
sekolah, sebuah perkumpulan, badan-badan pemerintahan.
Budaya organisasi menurut Robbins (1991:112) dapat didefinisikan sebagai persepsi umum yang dibentuk oleh anggota
organisasi untuk membedakan organisasi yang lain. Secara mendasar, budaya
organisasi adalah aturan main dalam organisasi itu.
2. Enam buah konsep dalam bentuk lingkaran yang dihubungkan dengan
tali-temali masing-masing yaitu: Strategy (rencana), Structure (cara), System
(prosedur/proses),Style (gaya), Staf (jumlah/personil),
dan Skill (kemampuan) saling terkait dan ditengahnya
adalah lingkaran Share Values yang tidak lain adalah budaya
organisasi.
3. Budaya melakukan sejumlah fungsi didalam sebuah organisasi yaitu: tapal
batas, memberikan identitas bagian anggota organisasi, mempermudah timbulnya
komitmen , meningkatkan kemantapan system sosial, mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap
dan prilaku anggota.(Veithzal, 2008:432)
4. Fred Luthan, dan Edgar
Schein, di bawah ini akan diuraikan tentang
karakteristik budaya organisasi di sekolah, yaitu tentang (1) obeserved
behavioral regularities; (2)norms; (3) dominant value; (4) philosophy; (5) rules dan (6) organization
climate.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi budaya organisasi yakni; faktor internal dan eksternal
5. Taliziduhu Ndraha
(1997:30) menginventarisir sumber-sumber
pembentuk budaya organisasi, diantaranya : (1) pendiri organisasi; (2) pemilik
organisasi; (3) Sumber daya manusia asing; (4) luar organisasi; (4) orang yang
berkepentingan dengan organisasi (stake holder); dan (6) masyarakat.
6. Nilai-nilai yang
dikembangkan di sekolah, tentunya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan
sekolah itu sendiri sebagai organisasi pendidikan, yang memiliki peran dan
fungsi untuk berusaha mengembangkan, melestarikan dan mewariskan nilai-nilai
budaya kepada para siswanya. Dalam hal ini, Larry Lashway (1996:57) menyebutkan bahwa “schools are moral institutions, designed to promote
social norms,…”.(Sumadi,2000:57)
7. Budaya organisasi
sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, yang tampak dan tidak tampak.
Yang tidak tampak diantaranya nilai-nilai, keyakinan, ideologi
B. Saran
Demikian yang dapat kami
paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini yaitu
tentang Budaya Organisasi Madrasah/Sekolah, tentunya masih banyak kekurangan
dan kesalahan, karena keterbatasan pengetahuan dan sumber referensi yang kami
dapatkan. Untuk itu kami menerima kritik dan saran yang positif
dari para pembaca guna membangun pembuatan makalah dikemudian hari.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi diri kami pribadi khususnya dan
umumnya bagi para pembaca.
0 comments:
Post a Comment