Thursday, August 24, 2017

Contoh Makalah BUDAYA ORGANISASI MADRASAH


BUDAYA ORGANISASI MADRASAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, sekolah, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Dalam dunia pendidikanmengistilahkan budaya organisasi dengan istilah Kultur akademis yang pada intinya mengatur para pendidik agar mereka memahami bagaimana seharusnya bersikap terhadap profesinya, beradaptasi terhadap rekan kerja dan lingkungan kerjanya serta berlaku reaktif terhadap kebijakan pimpinannya, sehingga terbentuklah sebuah sistem nilai, kebiasaan (habits), citra akademis, ethos kerja yang terinternalisasikan dalam kehidupannya sehingga mendorong adanya apresiasi dirinya terhadap peningkatan prestasi kerja baik terbentuk oleh lingkungan organisasi itu sendiri maupun dikuatkan secara organisatoris oleh pimpinan akademis yang mengeluarkan sebuah kebijakan yang diterima ketika seseorang masuk organisasi tersebut. 
Terbentuknya suatu Kultur akademis bisa dicapai melalui proses tranformasi dansebuah perubahan sebagai metamorfosis institusi akademis menuju kultur akademis yang ideal. Budaya itu sendiri masuk dan terbentuk dalam pribadi seorang guru/dosen melalui adanya adaptasi dengan lingkungan, pembiasaan tatanan yang sudah ada dalam etika pendidikan ataupun dengan membawa sistem nilai sebelumnya yang kemudian masuk dan diterima oleh lembaga/institusiyang pada akhirnya terbentuklah sebuah budayaakademis dalam sebuah organisasi.
Dengan demikian, berdasarkan masalah yang tersebut diatas maka kami akan membahasnya dalam makalah yang bejudul: Budaya Organisasi Madrasah.

B.     RumusanMasalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Budaya, Organisasi dan Budaya Organisasi?
2.      Bagaimana konsep budaya organisasi?
3.      Apa fungsi dari budaya organisasi?
4.      Apa sajakah karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi budaya organisasi?
5.      Bagaimana proses pembentukan budaya organisasi?
6.      Bagaimana pengembangan budaya organisasi?
7.      Apa aktualisasi nilai dari budaya organisasi?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan budaya, organisasi, dan budaya organisasi madrasah/sekolah.
2.      Untuk mengetahui konsep budaya organisasi.
3.      Untuk mengetahui fungsi dari budaya organisasi.
4.      Untuk mengetahui karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi budaya organisasi.
5.      Untuk mengetahui proses pembentukan budaya organisasi.
6.      Untuk mengetahui pengembangan budaya organisasi.
7.      Untumengetahui aktualisasi nilai dari budaya organisasi


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Budaya Organisasi Madrasah
Ø  Pengertian Budaya
Menurut Schwartz (1980:111) budaya merupakan pola teladan kepercayaan dan harapan bersama oleh anggota organisasi. Kepercayaan dan harapan menghasilkan norma-norma, hal ini yang dengan kuat membentuk perilaku individu dan kelompok atau organisasi.
Para ahli teori psikoanalis seperti Benedict, Kardiner dan Erikso dalam Beals (19990:111) menerangkan bahwa budaya adalah sebagai pernyataan kedua dari kepribadian seseorang. Budaya adalah istilah sebagai suatu sistem klasifikasi yang terlihat seperti mendapatkan atau menemukan pernyataan dasar dalam sebuah kelompok persaudaraan.  Edgar Schein menguraikan budaya sebagai satuan asumsi bersama tentang dunia dan bagaimana dia bekerja, nilai-nilai tentang apa yang benar dan salah, kepercayaan tentang apa dan yang harus merupakan konsekuensi dari nilai-nilai ini, dan norma-norma tentang prilaku yang diharapkan.
Perucci dan Hamby (1992:112) juga mendefinisikan budaya sebagai sesuatu yang dilakukan, dipikirkan, dan diciptakan oleh manusia di dalam masyarakat serta termasuk juga akumulasi sejarah dari obyek-obyek atau perbuatan yang dilakukan sepanjang waktu. Budaya diambil dari nilai etnografik yang merupakan suatu kesatuan yang kompleks yang termasuk didalamnya pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, dan kemampuan-kemampuan yang dihasilkan oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
Organisasi dapat mempunyai budaya yang dominan dan banyak cabang. Budaya yang dominan menyatakan nilai-nilai bersama yang dianut oleh mayoritas anggota organisasi. Budaya dipindahkan dari suatu generasi ke generasi berikutnya dalam bentuk tulisan dan lisan. Budaya juga menggambarkan karya manusia seperti seni musik, literatur, dan arsitektur.
Melalui proses belajar dalam arti belajar, budaya diproses secara sadar menurut proses belajar. Belajar dari pengalaman, belajar dari keberhasilan dan kegagalan organisasi lain. Proses belajar menuntut keterbukaan dan kebersamaan. Selanjutnya, melalui proses belajar dalam arti mengajar, berarti komunikasi budaya, sosialisasi budaya, dan pewarisan budaya. Di dalam hubungan itu kepemimpinan memegang peranan penting. Kepemimpin dalam hubungan itu adalah “teaching by example”, demikian Sithi-Amnuai, yaitu “through the leader him or herself”. Yang dimaksud dengan self  disini adalah pendirian, sikap, dan prilaku nyata, bukan sekedar ucapan, pesona, kharisma, ataupun lambang.(Sobri dan Afifuddin, 2007:111-112)
Ø  Pengertian Organisasi
Istilah organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pertama, organisasi diartikan sebagai suatu lembaga kelompok atau fungsional, misalnya, sebuah perusahaan, sebuah sekolah, sebuah perkumpulan, badan-badan pemerintahan. Kedua, merujuk pada proses pengorganisasian yaitu bagaimana pengerjaan diatur dan dialokasikan di antara para anggota, sehingga tujuan organisasi itu dapat tercapai secara efektif.
Sedangkan organisasi itu sendiri diartikan sebagai kumpulan orang dengan sistem kerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam sistem kerja sama secara jelas diatur siapa menjalankan apa, siapa bertanggung jawab atas siapa, arus komunikasi, dan memfokuskan sumber daya pada tujuan.
Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan sumber daya, serta mengkoordinasikan dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi. .(Sobri dan Afifuddin, 2007:113)
v  Tipe-tipe atau bentuk-bentuk organisasi :
Berdasarkan hubungan pribadi orang-orang dalam organisasi dibedakan menjadi dua, yaitu organisasi formal dan informal.
Organisasi formal adalah setiap bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih yang diatur dan dilaporkan secara resmi dalam rangka mencapai suatu tujuan bersama.
Sedangkan organisasi infomal merupakan sisi lain yang berada dalam organisasi formal, aktivitas didalamnya yang  tidak diatur didalam struktur organisasi, organisasi ini bersifat atau terbentuk dari tingkah laku hubungan yang bersifat pribadi. .(Sobri ,2007:25)
v  Proses Pengorganisasian
Emest Dale (1986:70) berpendapat bahwa memberikan pengorganisasian merupakan sebuah proses yang berlangkah jamak.
Tahap pertama, yang harus dilakukan dalam merinci pekerjaan adalah menentukan tugas-tugas apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi.
Tahap kedua, membagi seluruh beban kerja menjadi kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh perseorangan atau perkelompok.
Tahap ketiga, menggabungkan pekerjaan para anggota dengan cara yang rasional,efisien. Tahap keempat, menetapkan mekanisme kerja untuk mengkoordinasikan pekerjaan dalam satu kesatuan yang harmonis.
Tahap kelima, melakukan monitoring dan mengambil langkah-langkah penyesuaian untuk mempertahankan dan meningkatkan efektivitas. (Nanang Fattah, 2007:70-71)
v  Stuktur Organisasi
Menurut E. Kast dan James E. Rosenzweing (1974:72), stuktur diartikan sebagai pola hubungan komponen atau bagian suatu organisasi. Stuktur merupakan sistem formal hubungan kerja yang membagi dan mengkordinasikan tugas orang dan kelompok agar tercapai tujuan.
Pada stuktur organisasi tergambar posisi kerja, pembagian kerja, jenis kerja yang harus dilakukan, hubungan atasan dan bawahan, kelompok, komponen atau bagian, tingkat manajemen dan saluran komunikasi.(Nanang,2007:72)
Pelayanan administrasi madrasah dikelola oleh kepala madrasah, dengan bantuan wakil kepala madrasah (sekolah), guru, pegawai administrasi, dan staf pendukung lainnya. Ketua kelompok administrasi adalah kepala madrasah. Struktur organisasi pengelolaan madrasah seharusnya fungsional dari pada birokrat. Seluruh guru dan siswa harus dapat berhubungan langsung kepada kepala madrasah setiap saat memerlukan komunikasi atau mencari bantuan bimbingan. Harus ada kesempatan yang luas bagi guru untuk saling interaksi dan konsultasi dan dengan kepala madrasah tentang profesinya.(Syarifuddin,2005:70)
Ø  Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi menurut Robbins (1991:112) dapat didefinisikan sebagai persepsi umum yang dibentuk oleh anggota organisasi untuk membedakan organisasi yang lain. Secara mendasar, budaya organisasi adalah aturan main dalam organisasi itu.
Beberapa pakar manajemen memahami budaya organisasi dari perspektif yang berbeda-beda.Menurut Sharplin (1995:112), budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan, dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi.
Hodge dkk., (1996:113) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu konstruksi dua tingkat yang meliputi karakeristik-karakteristik organisasi yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Pada level yang kelihatan, budaya organisasi mencakup beberapa aspek organisasi, seperti arsitektur, pakaian serta seragam, pola-pola perilaku, peraturan, legenda, mitos, bahasa, dan seremoni-seremoni yang dilakukan organisasi. Sementara pada level yang tidak kelihatan, budaya organisasi mencakup shared value, norma-norma, kepercayaan, dan asumsi-asumsi para anggota organisasi untuk mengelola masalah-masalah dari keadaan-keadaan disekitarnya. Budaya organisasi juga dianggap sebagai alat untuk menentukan arah organisasi, mengarahkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan bagaimana mengalokasikan sumber daya manusia (SDM), dan sebagai alat untuk menghadapi masalah dari peluang dan lingkungan.
Dalam budaya organisasi ditandai adanya sharing atau berbagi nilai dan keyakinan yang sama dengan seluruh anggota organisasi. Misalnya berbagi nilai dan keyakinan yang sama melalui pakaian seragam. Namun menerima dan memakai seragam saja tidaklah cukup. Pemakaian seragam haruslah membawa rasa bangga, menjadi alat kontrol dan membentuk citra organisasi. Dengan demikian, nilai pakaian seragam tertanam menjadi basic.
Menurut Sathe dalam Taliziduhu Ndraha menyatakan bahwa shared basic assumptions meliputi : (1) shared things; (2) shared saying; (3) shared doing; dan (4)shared feelings. (Sobri dan Afifuddin, 2007:112-113)
Pada bagian lain, Edgar Schein menyebutkan bahwa basic assumption dihasilkan melalui : (1) evolve as solution to problem is repeated over and over again; (2)hypothesis becomes reality, dan (3) to learn something new requires resurrection,reexamination, framebreaking. (Edgar, 1992:15)

B.     Konsep Budaya Organisasi
           John P. Kotter dan James L. Heskett (1998:20) memaparkan tentang tiga konsep budaya organisasi yaitu : (1) budaya yang kuat; (2) budaya yang secara strategis cocok; dan (3) budaya adaptif.
Salah satu konsep tentang budaya organisasi yang menjadi rujukan dalam mempelajari teoriorganisasi pada umumnya dan budaya organisasi pada khususnya adalah apa yang oleh Petters dan Waterman (1982:20) sebutkan sebagai “ McKinsey 7-S Framework”. Yang  terdiri dari tujuh buah konsep yang saling terkait laksana sebuah mutiara.
Enam buah konsep dalam bentuk lingkaran  yang dihubungkan dengan tali-temali masing-masing yaitu: Strategy (rencana), Structure (cara), System  (prosedur/proses),Style (gaya), Staf (jumlah/personil), dan  Skill (kemampuan) saling terkait dan ditengahnya adalah lingkaran Share Values yang tidak lain adalah budaya organisasi. Kerangka dari 7-S dari McKinsey adalah model manajemen berbasis nilai yang menjelaskan bagaimana seseorang dapat secara holistic dan efektif mengatur perusahaan atapun lembaga sekolah/madrasah.  Faktor-faktor secara bersama-sama akan menentukan bagaimana cara agar lembaga atau perusahaan itu beroperasi.(Riani,2010:20)




C.    Fungsi Budaya Organisasi
Budaya melakukan sejumlah fungsi didalam sebuah organisasi yaitu:
1)      Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya
2)      Budaya memberikan identitas bagian anggota organisasi.
3)      Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dan pada kepentingan individu.
4)      Budaya itu meningkatkan kemantapan system sosial.
5)      Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap dan prilaku anggota.(Veithzal, 2008:432)

D.    Karakteristik dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Budaya Organisasi
Fred Luthan, dan Edgar Schein, di bawah ini akan diuraikan tentang karakteristik budaya organisasi di sekolah, yaitu tentang (1) obeserved behavioral regularities; (2)norms; (3) dominant value; (4) philosophy; (5) rules dan (6) organization climate.
1.      Obeserved behavioral regularities; budaya organisasi di sekolah ditandai dengan adanya keberaturan cara bertindak dari seluruh anggota sekolah yang dapat diamati. Keberaturan berperilaku ini dapat berbentuk acara-acara ritual tertentu, bahasa umum yang digunakan atau simbol-simbol tertentu, yang mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh anggota sekolah.
2.      Norms budaya organisasi di sekolah ditandai pula oleh adanya norma-norma yang berisi tentang standar perilaku dari anggota sekolah, baik bagi siswa maupun guru. Standar perilaku ini bisa berdasarkan pada kebijakan intern sekolah itu sendiri maupun pada kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Standar perilaku siswa terutama berhubungan dengan pencapaian hasil belajar siswa, yang akan menentukan apakah seorang siswa dapat dinyatakan lulus/naik kelas atau tidak. Standar perilaku siswa tidak hanya berkenaan dengan aspek kognitif atau akademik semata namun menyangkut seluruh aspek kepribadian.
3.      Dominant values; jika dihubungkan dengan tantangan pendidikan Indonesia dewasa ini yaitu tentang pencapaian mutu pendidikan, maka budaya organisasi di sekolah seyogyanya diletakkan dalam kerangka pencapaian mutu pendidikan di sekolah.
4.      Philosophy; budaya organisasi ditandai dengan adanya keyakinan dari seluruh anggota organisasi dalam memandang tentang sesuatu secara hakiki, misalnya tentang waktu, manusia, dan sebagainya, yang dijadikan sebagai kebijakan organisasi.
5.      Rules; budaya organisasi ditandai dengan adanya ketentuan dan aturan main yang mengikat seluruh anggota organisasi. Setiap sekolah memiliki ketentuan dan aturan main tertentu, baik yang bersumber dari kebijakan sekolah setempat, maupun dari pemerintah, yang mengikat seluruh warga sekolah dalam berperilaku dan bertindak dalam organisasi.
6.      Organization climate; budaya organisasi ditandai dengan adanya iklim organisasi.(Edgar,1992:16)
Budaya organisasi sebagai suatu “strategi” organisasi dibentuk dan dipengaruhi oleh beberapa variabel, yaitu:
Pertama, faktor-faktor yang berasal dari variabel internal organisasi, meliputi:
1.      Visi, misi dan nilai-nilai yang ditanamkan para pendahulunya
2.      Nilai-nilai yang ditanamkan secara nyata oleh pemimpin lembaga
3.      Komitmen moral dan etika serta suasana kekerabatan dari kelompok-kelompok pekerja
4.      Gaya kepemimpinan lembaga organisasi
5.      Karakteristik organisasional seperti bentuk dan aktivitas utama, otonomi, dan kompleksitas organisasi.
Kedua, faktor-faktor yang berasal dari lingkungan global, seperti kecenderungan perubahan globalisasi ekonomi, tuntutan hukum dan politik, tuntutan sosial, perkembangan teknologi manufakturing, transfortasi teknologi informasi dan perubahan ekologi.
Karena sangat kompleksnya variabel-variabel tersebut, maka untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan karakteristik budaya organisasi perlu dilakukan secara hati-hati. Edgar Schein (1992:122) menyatakan bahwa budaya organisasi berada pada tiga tingkat, yaitu artifect, espoused values, dan basic underlying assumptions.(Sobri dan Afifuddin, 2007:122)

E.     Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Munculnya gagasan-gagasan atau jalan keluar yang kemudian tertanam dalam suatu budaya dalam organisasi bisa bermula dari manapun, dari perorangan atau kelompok, dari tingkat bawah atau puncak. Taliziduhu Ndraha (1997:30) menginventarisir sumber-sumber pembentuk budaya organisasi, diantaranya : (1) pendiri organisasi; (2) pemilik organisasi; (3) Sumber daya manusia asing; (4) luar organisasi; (4) orang yang berkepentingan dengan organisasi (stake holder); dan (6) masyarakat. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa proses budaya dapat terjadi dengan cara: (1) kontak budaya; (2) benturan budaya; dan (3) penggalian budaya. Pembentukan budaya tidak dapat dilakukan dalam waktu yang sekejap, namun memerlukan waktu dan bahkan biaya yang tidak sedikit untuk dapat menerima nilai-nilai baru dalam organisasi.
Para manajer bisa secara eksplisit berusaha bertindak sesuai dengan contoh budaya dan gagasan budaya tersebut. Begitu juga, anggota senior bisa mengkomunikasikan nilai-nilai pokok mereka secara terus menerus dalam percakapan sehari-hari atau melalui ritual dan perayaan-perayaan khusus.
Orang-orang yang berhasil mencapai gagasan-gagasan yang tertanam dalam budaya ini dapat terkenal dan dijadikan pahlawan. Proses alamiah dalam identifikasi diri dapat mendorong anggota muda untuk mengambil alih nilai dan gaya mentor mereka. Barangkali yang paling mendasar, orang yang mengikuti norma-norma budaya akan diberi imbalan (reward) sedangkan yang tidak, akan mendapat sanksi (punishment). Imbalan (reward) bisa berupa materi atau pun promosi jabatan dalam organisasi tertentu sedangkan untuk sanksi (punishment) tidak hanya diberikan berdasar pada aturan organisasi yang ada semata, namun juga bisa berbentuk sanksi sosial. Dalam arti, anggota tersebut menjadi isolated di lingkungan organisasinya.(Taliziduhu,1997:30-31)

F.     Pengembangan Budaya Organisasi di Sekolah/Madrasah
Dengan memahami konsep tentang budaya organisasi sebagaimana telah diutarakan di atas, selanjutnya di bawah ini akan diuraikan tentang pengembangan budaya organisasi dalam konteks persekolahan. Secara umum, penerapan konsep budaya organisasi di sekolah sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penerapan konsep budaya organisasi lainnya. Kalaupun terdapat perbedaan mungkin hanya terletak pada jenis nilai dominan yang dikembangkannya dan karakateristik dari para pendukungnya. Berkenaan dengan pendukung budaya organisasi di sekolah Paul E. Heckman sebagaimana dikutip oleh Stephen Stolp (1994:57) mengemukakan bahwa “the commonly held beliefs of teachers, students, and principals.”
Nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah, tentunya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan sekolah itu sendiri sebagai organisasi pendidikan, yang memiliki peran dan fungsi untuk berusaha mengembangkan, melestarikan dan mewariskan nilai-nilai budaya kepada para siswanya. Dalam hal ini, Larry Lashway (1996:57) menyebutkan bahwa “schools are moral institutions, designed to promote social norms,…”.(Sumadi,2000:57)

G.    Aktualisasi Nilai dalam Budaya Organisasi
Budaya organisasi sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, yang tampak dan tidak tampak. Yang tidak tampak diantaranya nilai-nilai, keyakinan, ideologi yang bekaitan dengan pertanyaan “apakah yang seharusnya dilakukan disekolah ini”. Jawabannya adalah  diwujudkan dalam hal-hal yang tampak baik dalam bentuk kalimat (lisan atau tulisan), prilaku yang ditampilkan, bangunan, fasilitas serta benda-benda yang digunakan menurut Caldwell dan Spinks (1993:141)
Budaya organisasi terdiri dari berbagai unsur atau elemen yang tidak semuanya bisa diamati dengan mudah. Kotter dan Heskett (1997:141) peneliti dari Harvard bussiness school mencoba menentukan faktor mana yang menentukan budaya organisasi lebih sukses dari pada yang lain. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa budaya memiliki dampak yang kuat terhadap prestasi kerja. Budaya organisasi merupakan faktor yang lebih penting dalam menentukan sukses atau gagalnya organisasi sekolah. Karena itu, dalam studi terhadap budaya organisasi terlebih dulu dikenali manifestasinya. (Triyo dan Marno,2008:141)












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Menurut Schwartz (1980:111) budaya merupakan pola teladan kepercayaan dan harapan bersama oleh anggota organisasi. Kepercayaan dan harapan menghasilkan norma-norma, hal ini yang dengan kuat membentuk perilaku individu dan kelompok atau organisasi.
Istilah organisasi diartikan sebagai suatu lembaga kelompok atau fungsional, misalnya, sebuah perusahaan, sebuah sekolah, sebuah perkumpulan, badan-badan pemerintahan.
Budaya organisasi menurut Robbins (1991:112) dapat didefinisikan sebagai persepsi umum yang dibentuk oleh anggota organisasi untuk membedakan organisasi yang lain. Secara mendasar, budaya organisasi adalah aturan main dalam organisasi itu.
2.      Enam buah konsep dalam bentuk lingkaran  yang dihubungkan dengan tali-temali masing-masing yaitu: Strategy (rencana), Structure (cara), System  (prosedur/proses),Style (gaya), Staf (jumlah/personil), dan  Skill (kemampuan) saling terkait dan ditengahnya adalah lingkaran Share Values yang tidak lain adalah budaya organisasi.
3.      Budaya melakukan sejumlah fungsi didalam sebuah organisasi yaitu: tapal batas, memberikan identitas bagian anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen , meningkatkan kemantapan system sosial, mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap dan prilaku anggota.(Veithzal, 2008:432)
4.      Fred Luthan, dan Edgar Schein, di bawah ini akan diuraikan tentang karakteristik budaya organisasi di sekolah, yaitu tentang (1) obeserved behavioral regularities; (2)norms; (3) dominant value; (4) philosophy; (5) rules dan (6) organization climate.
Faktor-faktor yang mempengaruhi budaya organisasi yakni; faktor internal dan eksternal
5.      Taliziduhu Ndraha (1997:30) menginventarisir sumber-sumber pembentuk budaya organisasi, diantaranya : (1) pendiri organisasi; (2) pemilik organisasi; (3) Sumber daya manusia asing; (4) luar organisasi; (4) orang yang berkepentingan dengan organisasi (stake holder); dan (6) masyarakat.
6.      Nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah, tentunya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan sekolah itu sendiri sebagai organisasi pendidikan, yang memiliki peran dan fungsi untuk berusaha mengembangkan, melestarikan dan mewariskan nilai-nilai budaya kepada para siswanya. Dalam hal ini, Larry Lashway (1996:57) menyebutkan bahwa “schools are moral institutions, designed to promote social norms,…”.(Sumadi,2000:57)
7.      Budaya organisasi sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, yang tampak dan tidak tampak. Yang tidak tampak diantaranya nilai-nilai, keyakinan, ideologi

B.     Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini yaitu tentang Budaya Organisasi Madrasah/Sekolah, tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan, karena keterbatasan pengetahuan dan sumber referensi yang kami dapatkan.  Untuk itu  kami menerima kritik dan saran yang positif dari para pembaca guna membangun pembuatan makalah dikemudian hari.  Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi diri kami pribadi khususnya dan umumnya bagi para pembaca.

Waras Jeh

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.

0 comments:

Post a Comment

 

Copyright @ 2015